Perjalanan 9 hari ini
menghadirkan pemeran utama saya dan sahabat saya Cahya Shima Dewi
Saya dan Shima |
Ceritanya, sudah dari setahun
yang lalu kami pesan tiket. Budget flight pastinya sodara-sodara. Kami dapat
Rp. 1,4 juta PP (beli ngeteng Jakarta-KL, KL-Shenzhen PP) ditambah urus visa
China Rp. 540 ribu. Perjalanan yang sudah kami nantikan karena pasti akan
berbeda dengan perjalanan sebelum-sebelumnya. Soalnya ini China, saya buta aksara
dan bahasanya. Tapi nggak tahan pengen eksplorasi keindahan alamnya. Oh iya,
kursnya 1 CNY kira-kira Rp. 1500,-
Plan A or Plan B vs The
Reality
Sempat terpikir punya rute:
Shenzhen - Hongkong - Macau - Shenzhen, lalu karena kepikir ribet urus visa,
akhirnya ganti rute: Shenzhen - Shao Guan - Guilin - Guangzhou - Shenzhen.
Akhirnya, karena salah perhitungan waktu, kurang duit dan segala macemnya,
jadilah rutenya: Shenzhen - Shaoguan - Guilin - Yangshou – Shenzhen.
Helloooo...., I don't know,
Ye ye ye....
Seperti yang saya bilang
tadi, saya buta aksara dan bahasa China. Sebenarnya, sudah baca beberapa cerita
soal para pelancong ke negeri itu, tapi kok ya saya dan Shima nekat-nekatnya
jalan tanpa bawa kamus atau belajar beberapa kata dasar. Pasti bisa survive,
pikir kami seperti itu.
Jadi, bisa ditebak, mau
bicara pakai Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Jawa maka sama
saja, semua berujung pada BAHASA TUBUH. Lha wong, Cuma bisa ‘ni hao’, ‘xie
xie’, ‘pu yao’, sama menghitung yi, er, san, tse (lumayan buat foto-foto sama
orang China).
Nah, saking ngerinya orang-orang
China ini sama bahasa asing, biasanya baru kami bicara beberapa kata dalam
bahasa Inggris, mereka sudah langsung berkata ‘I don’t know’, ‘No English’,
atau yang agak galak bilangnya ‘English is not allowed’. Nah lho... Ya, namanya
di negara orang, pastinya kami menghormati dengaaaaannnn.... ya, balik lagi....
BAHASA TUBUH.
Tampang sih ceria, padahal nggak saling ngerti ngomong apa :D |
Perkakas bahasa tubuh:
- Kertas dan pulpen pastinya jadi idola untuk menuliskan tujuan dan menggambar seadanya. Repotnya, kadang huruf latin pun tak dipahami, jadi, begitu kami bertemu native yang bisa berbahasa Inggris, langsung kami minta tolong untuk menuliskan aksara China.
- Jangan mengabaikan dasar-dasar origami. Hahahaha... ini seriusan. Dalam suatu situasi yang kami temui, kami harus naik boat karena sudah kelelahan berjalan 2km lebih (kondisi medan: pegunungan naik turun curam berkelok-kelok), ternyata pakai bahasa tubuh biasa kurang mempan. Alhamdulillah, dari 2 bentuk yang saya bisa dalam pelajaran melipat adalah: kapal dan pesawat. Jadilah, saya bikin kapal.
- Kalkulator buat bayar-bayar dan nawar dong.
- Pastinya, tenaga yang besar supaya bisa kreatif bikin bentuk-bentuk bahasa tubuh dan menafsirkan. Seperti saat kami bertanya cara ke Luohu District saat tiba di Shenzhen International Airport. Saya: “Can you tell me how to get to Luohu District?” Petugas: ye, ye, ye... (pasti maksudnya yes, yes, yes). Petugas: taxi (ya nah lho backpaker disuruh naik taksi, thank you so much deh miss). Shima: No, by bus (sambil membuat gerakan tangan naik bus). Petugas: ye, ye, ye... you, out. This is D, you go A, bus swi swi ow. Shima: bengong. Saya: mikir sebentar, mungkinkah swi swi ow itu adalah 330? Maka saya membuat gerakan dengan jadi 330. Betapa senangnya petugas bandara. Lalu saya membuat gerakan tambahan dengan 2 jari: “just walk” dan si petugas tambah girang: ye, ye, ye
Halal Food
Pastinya susah mencari
makanan halal. Hari pertama kami menginap di Muslim Hotel, pastinya masih
mudah. Saat kami pindah kota dan provinsi, kadang sulit menemukannya. Kalau
sudah kepepet, kami makan KFC dengan menu: kentang dan mocca float (nggak
ngerti ini cerdas apa dudul), sisanya makan buah (oh, kami perdana makan buah
peach dan doyan), roti, sama minum aja. Pernah 12 jam nggak makan. Pedih
bener...
Yang pasti, karena di China,
cobain deh makan mie-nya. Restoran Muslimnya enak kok.
Kiri atas: mooncake, kiri tengah: peach alias buah persik, kiri bawah: nasi goreng, kanan atas: mie, kanan bawah: roti-roti. Insya Allah halal ya Mak |
New people, new friends, new
hope
Seperti twit-nya Ust. Felix
Siauw: kenapa Allah selalu menolong di saat-saat akhir? Karena saat itu kita
sempurna merasa “tiada kekuatan lain, selain Allah!”
Hiyyaaaa, ini dia yang
membedakan perjalanan seseorang dengan orang lain. Faktor apa yang ditemukan di
tengah jalan. Saat sudah pasrah bingung dan lelah di jalan, pertolongan-Nya
selalu datang. Berkali-kali kami bertemu dengan orang asing yang baiiikk. Para
penumpang kereta yang dengan bahasa seadanya membantu kami, pekerja yang
kebetulan lewat dan sibuk mencarikan kami alamat dengan GPS-nya, anak kuliahan
yang membantu membaca jadwal kereta, dan 2 travel mate di Guilin : Anita dan
Louis yang bikin bahagia.
kiri atas: pake baidu translate ngomongnya, kiri bawah: numpang sholat di tempat tidur pemilik restoran halal, kanan atas: foto jadwal kereta yang bikin lier, kanan bawah: with Louis and Anita |
No comments:
Post a Comment