Monday, July 16, 2012

Secret Garden in Kemang: Museum di Tengah Kebun

isi buku tamu, saya dipinjemin sandal yang matching dong sama outfit:)

Minggu pagi, pukul 09:22, saat matahari mulai panas, akhirnya tiba di Kemang Timur 66, Jakarta Selatan. Mirza Djalil sang pengelola tempat, menyapa kami. Ramah. Langsung dibawanya kami melewati gerbang kayu tinggi berhiaskan jejeran topeng tradisional.

Dua lajur jalan panjang membawa kami menuju sebuah rumah utama dimana telah menunggu 8 orang pengunjung lain. Hanya kami ber-10, serasa tur privat. Lalu, setelah mengisi buku tamu dan dipinjamkan sandal rumahan (supaya museum tetap steril), eksplorasi pun dimulai.

halaman museum

Mirza menjelaskan dengan terperinci dan detil seluruh bagian museum mulai dari halaman depan dan masuk pelan-pelan menjelajahi ruangan demi ruangan rumah berbentuk botol milik Sjahrial Djalil itu.

Petualangan waktu dimulai dengan menemui Loro Blonyo dari abad ke-19, di ruang utama. Kemudian masuk melintasi arca Buddha Myanmar yang sudah dibaptis oleh pendeta Budha tertinggi. Lalu di sisi kiri, terpampang megah sebuah lemari kaca berisikan banyak patung, seperti terakota kesuburan wanita asal Meksiko, patung bunda maria, altar mini dari abad ke-19.

Masih di ruangan yang sama, patung Singagaruda dengan figur naga memakan ular dan ular memakan tikus menarik perhatian. Belum lagi tempat menyimpan perhiasan berwujud troika, kuda berkepala 3, terlihat unik.

Masuk ke Ruang Makan Dewi Sri, seperangkat alat makan tersusun rapih di atas meja jati. Kursi dari kayu mahogani melengkapi ruang makan yang letaknya bersisian dengan dapur itu. Pemandangan unik juga bisa dilihat di dapur yang dijaga sang penjaga dapur dari abad ke-20. Diletakkan pula timbangan art nuveau dan imperial galon dari India abad ke-19.

Perjalanan dilanjutkan menuju ruangan yang lebih personal yaitu ruang kerja dan kamar tidur, setelah sebelumnya melintasi teras transisi berhiaskan arca wisnu dari abad 16, arca dwarapala, tempayan Myanmar, arca siwa, arca nandiswara abad 9, buddha muchalina abad 13, buddha sakyamuni abad 17, dan beberapa guci.

Di dalam ruang kerja terdapat koleksi tertua yaitu amphora dari tahun 4800 SM. Terakota pra columbia abad 1 SM pun ada di sana serta benda kubur berupa patung laki-laki asal Sumbawa yang masih misteri. Tapi, mata saya tertumbuk ke sebuah lukisan bergambar sudut kota paris, karya Nefero dari abad 19 di belakang meja kerja. Indah.

Saya jatuh cinta dengan Ruang Singaraja. Sebenarnya kamar mandi seluas 110m persegi yang tertata bersih, rapih dan komplit. Sebagai maskot, terdapat Patung singagaruda dari Singaraja abad ke-19. Begitu pribadinya ruangan ini, sang pemilik tempat menempatkan sketsa wajah miliknya tersembunyi di dalam toilet. Unik, beliau memang tidak suka tersekspos.

Melintasi ruangan-ruangan lain, bertebaran benda peninggalan sejarah asal Indonesia dan Asia seperti dari zaman Majapahit atau berbagai benda dari dinasti di Cina yaitu Tang maupun Qing. Oia, favorit sang empunya adalah patung kuda berwarna hijau dari Dinasti Tang di abad ke-9.

Peninggalan kebudayaan di Eropa pun tak luput dari koleksi. Tengoklah beberapa patung dewa, kaisar, dan legenda. Bahkan terdapat tempat minum milik Napoleon Bonaparte di abad ke-18.




beberapa koleksi

Koleksi museum

Tentang Sang Pemilik...
Sjahrial Djalil. Lahir di Pekalongan. Benci diabadikan gambarnya. Barang pertama yang dibelinya adalah sebuah lampu hexagonal yang diperolehnya di Jalan Surabaya.

Kini usianya 72 tahun. Masih tampak bersemangat menemui kami usai tur museum. Misinya adalah menyelamatkan barang warisan budaya Indonesia yang banyak tersebar. Beliau pun berkeliling dunia mencarinya. Kebanyakan diperolehnya dari Balai Lelang Christie di London. Bahagia kami menemuinya. Senang kami mendengar ceritanya. Tapi agak berat mendengar pesannya, "Museum ini punya anda semua, saya tidak percaya pemerintah. Saya berharap anak-anak muda Indonesia bisa menjaga warisan ini."




Friday, July 6, 2012

I'm Dieng, Dieng to Wake Up Without You

akhirnya saya sampai di sini

Satu lagi titik pemberhentian. Dieng. Wonosobo, Jawa Tengah. Sebuah plato dengan posisi ketinggian yang menakjubkan. Negeri di awan, begitu orang-orang menyebutnya. Tempat dimana panca indera tak bisa menduga hasil tangkapannya. Bukan tanah sembarangan. Negerinya para dewa.

negeri di awan

Dieng di bulan Juli. Disebut sedingin Eropa dengan suhu mencapai 10 derajat celcius, yang memaksa saya memakai baju berlapis-lapis komplit ditutup jaket dengan sarung tangan dan kaos kaki yang tebal. Kulit pun dikejutkan dinginnya yang benar-benar menusuk dan tak membiarkan celah di tubuh merasakan sedikitpun rasa hangat.

teman-teman baru, dari asing jadi asik

Dieng di malam hari. Tidak akan ada yang berani mandi tanpa air panas. Bara api di tungkulah yang akhirnya jadi penyelamat berbagi cerita. Wajah-wajah yang tadinya asing, jadi terlihat bersahabat. Tak perlu bertukar identitas, ngobrol saja seadanya, ditemani susu jahe penghangat suasana. Jadi, jangan heran kalau anak-anak Dieng pipinya bersemu merah karena setiap malam mereka dekat dengan tungku.

Dieng di bulan Juli. Ketika kemeriahan pesta rakyat mulai terdengar, siapa yang tidak tergoda? Membekukan hal yang jarang kami temui di kota. Pertunjukan wayang kulit, mengisi perut dengan bakso dan minum purwaceng hingga tercipta kehangatan mendadak yang diprakarsai pose-pose penuh gaya. Kalau kembang api? Ah, itu sudah biasa di Jakarta. Yang jelas, jangan lupa beli carica ya.

Dieng di malam hari. Menyembunyikan diri di balik selimut tebal dan pelukan hangat dari sahabat. Menempelkan segaris koyo di ujung atas hidung. Mengusir dingin dengan harapan menjemput matahari terbit esok harinya.

Menjelang subuh. Entahlah mungkin suhu lebih rendah dari 10 derajat celcius. Kupluk, hoodie, capuchon, atau penutup kepala jenis apapun membuat para pengejar matahari ini sekilas nampak bagai pedagang sayur di pagi hari. Hanya alat membekukan waktu di tangan masing-masing lah yang membedakan.

Desa Sembungan. Tertinggi di Pulau Jawa. Mengejar golden sunrise di Bukit Sikunir kala fajar. Menyapa Telaga Cebong, memandang Gunung Pakuwojo. Keindahan sempurna tanpa mulut sanggup menggantinya dengan kata. Mungkin ada ribuan 'klik' pagi itu yang mengabadikan indahnya.

golden sunrise, Bukit Sikunir
bunga hortensia (tengah), bunga liar (kiri atas), kentang (kanan atas), daun bawang (kiri bawah), dan carica (kanan bawah)

Telaga Cebong

Kawah Sileri, Sumur Jalatunda, Kawah Sikidang dan jangan lupa Telaga Warna. Semuanya hanya membuat saya merasa semakin kecil dan ketagihan menjelajah. Meski lelah dengan medan naik-turun yang tiada henti, begitu lukisan-Nya terpapar megah di hadapan saya, hanya puja yang ada.

jalan di Kawah Sileri

Sumur Jalatunda. Lempar batunya. Kalau perempuan sampai tengah sumur, kalau laki-laki harus melewati sumur. Katanya, keinginan terpenuhi. Oia, 1 batu Rp. 500,-

Kawah Sikidang, bau belerang

Telaga Warna

Dieng. Awal Juli, siang hari. Ruwatan anak gembel di Komplek Candi Arjuna. Iya, anak-anak Dieng itu rambutnya melekat, gembel. Penyebabnya karena penyakit panas. Katanya, mereka harus diruwat dan dituruti keinginannya agar sembuh. Entah mengapa, saya lebih senang melihat rambut mereka tetap gembel. Lebih eksotis.

ruwatan anak gembel

Dan akhirnya parade keindahan ditutup dengan menikmati seporsi mie ongklok. Kembali ke realita. Kembali berjuang di kerasnya ibukota.

Mie Ongklok, makanan khas Wonosobo, seporsi Rp 20.000 sudah dengan minum

Dieng. Juli 2012. Subhanallah. Aku padamu...

teman-teman baru, hangat mendadak, bikin susah move on

Thursday, July 5, 2012

I'm Just Another Fans

picture is taken by Jiwo

Sure, this person has a charisma. The corner of my eyes caught it at that very first time I saw this person eating and chuckling in a fast food restaurant. And sure, my heart jumped when I knew we'd gather in a large group of people.

I heard a name. I saw a silhouette. I didn't say anything. I kept on admiring from a distance. Several times you looked me in the eyes. Well no, I think, it's me the one who kept casting a glance at you over and over again:)

You were there, with your little toy, tried to freeze the time. Capturing some moments. Me, here. Tried to save a memory of how you smiled when your camera showed a good object.

So, when finally time allowed me to greet you, the only thing I wanted to know was just your name. Say it and I'd google it:)

It wasn't an obsession, I was just seeing a mysterious pattern and became curious. Fortunately, I found you here, in this virtual world. Watching your point of view in your pictures and journal. Trying to read you, the magnet of a little piece of my puzzle. You played small, but leaving an astonishing impression.

But, we didn't have much time. We really didn't have time. Moreover, it was just a strange emotion. Not a moment to forever.

Wednesday, July 4, 2012

In a Good Way





Never be afraid to be your self, in a good way...
Because you never know
People might get inspired by you:)