Tuesday, October 30, 2012

James Morrison - Please Don't Stop The Rain


Hujan gini, jadi inget sama lagu yang satu ini.

If it’s going to be a rainy day 
There’s nothing we can do to make it change  
We can pray for sunny weather  
But that won’t stop the rain
You’re feeling like you’ve got no place to run  

I can be your shelter 'til it’s done  
We can make this last forever  
So please don’t stop the rain
 
Let it fall, let it fall, let it fall

Wednesday, October 10, 2012

Foto Bareng

Sudah 2 tahun lebih saya tugas di Balaikota, baru bisa minta foto bareng di akhir jabatan Bapak. Mungkin Bapak nggak kenal juga sih nama saya siapa. Tapi saya yakin (PD bener) Bapak ngeh kalo liat muka saya yang suka wara wiri megangin teks (karena kita suka nggak pake teleprompter kalo Bapak syuting) atau ikutan megang voice recorder buat ngerekam omongan Bapak atau Bapak mungkin pernah baca konsep saya yang pastinya sering Bapak coret-coret (tetep lho gw usaha:D)

Akhirnya foto sama Pak Fauzi Bowo bonus muka Pak Arief Rachman sebagai latar:p

Intinya, makasih lho Pak buat beberapa pelajarannya, terutama tentang 'riset dulu, sebelum nanya'. Bangga pernah kerja bareng orang pintar seperti Bapak:)

Tuesday, October 9, 2012

Trip to China Part 3 - What's Left


We love you, Kate
Kece berkat si Kate
Pertama bertemu di Window of The World. Seorang wanita lokal paruh baya yang mengantarkannya ke tangan kami. Sempat terjadi perdebatan dalam proses penyerahannya.

Eh, lebay! Ini ngomongin si Kate doang padahal. Topi penyelamat dari bahaya panas dan hujan serta pemanis saat penampilan sudah kumal. Kenapa namanya Kate? Gara-garanya saya suka sok-sok-an bergaya macem Kate Middleton. Jadi suka keterusan nyebut: jangan lupa si Kate dibawa. Maka, sedih sangatlah kami saat si Kate ketinggalan di pesawat Shenzhen-KL. Emang si Kate ini limited edition. Edisi China doang ya, Kate.


China di mata perempuan 20 tahun
Anita, yang nama China-nya saya lupa. Pertama bertemu dalam cuaca angin dingin Guilin Cuma memakai t-shirt dan celana pendek serta wedges, sementara saya pakai pakaian panjang lengkap dengan cardigan. Punya keinginan kuat untuk bisa berkomunikasi dengan orang asing dan memang bahasa Inggris-nya sangat-sangat lumayan dibanding yang lain.

Si Anita
Pertanyaan pertama Anita: “So, in Indonesia, which one is called beautiful, fat or thin?”, sambil dia memandang saya yang ceking dan Shima yang lebih berisi. Yuk mari, isu berat badan ini kok penting amat ya di China?

Dengan gaya duta bangsa, saya dan Shima berkolaborasi hingga menghasilkan jawaban yang seingat saya intinya: “it depends on how the women behave”, yak okesip lah jawabannya.

Percakapan panjang terjadi di dalam bus kembali dari Yong Shuo ke Guilin. Dari Anita kami mengetahui bahwa perempuan China memang dituntut untuk menjadi cantik agar mendapatkan pasangan. Yang sudah mendapatkan pasangan pun harus was-was kalau tidak bisa menjaga keindahan tubuhnya. Bahkan, bila telah menikah, tidak sedikit pria China yang berpikir mencari pendamping lain atau melakukan poligami demi memandangi pasangan yang kinclong. Eh tapi, yang perempuan juga begitu. Poliandri mungkin terjadi bagi mereka yang banyak uang. Trus bagaimana dengan gaya para pria? Well, mereka akan menata rambutnya dengan gaya dan memakai pakaian mahal.

Buat Shima.... Hey, I'm sorry, best friend
Iya, gw mengacau. Menurut lo, mungkin di umur segini udah nggak seharusnya jalan sama sahabat tapi sama pasangan. Kenapa lo ngomong gitu? Karena lo melihat ada masa-masa di mana gw nggak fokus. Pikiran gw ada di suatu tempat dan bukan bersama lo. Gw jadi seperti ansos di perjalanan kali ini. Lo tau, gw sebenarnya cuma baca ulang sms, chat, dan email yang kesimpen di bb gw. Mungkin lo bener, gw lebay merindu. Kalau lo mau tau yang sesungguhnya terjadi, gw pun bingung lagi kenapa. Too much question marks and I myself just couldn't answer. Sorryyyyyy.....

Well, maafkan gw ya Shima. Ego gw bilang: suka-suka gw dong, mau ngapain di perjalanan ini. Toh, gw selalu nimpalin kalo lo ajak ngomong. Sebenernya lo tinggal bilang sih: “udah napa maen hp-nya”. Pasti gw stop juga. Cuma ya, namanya kita sama-sama lagi capek dan gw juga lagi kurang peka. Gw cuma bisa minta maaf dan berharap, ya kalo So7 bilang, ini adalah salah satu Kisah Klasik kita untuk Masa Depan.


Trip to China Part 2 - Places We Visited

Tiap perjalanan punya tantangan dan kemudahannya masing-masing. Rute bisa nyontek, kenyataan di lapangan, sangat mungkin beda jauh.

4 kota 2 provinsi
Shenzhen dan Shao Guan di Provinsi Guangdong lalu Guilin dan Yangshou di Provinsi Guangxi. Kalau orang lokal melafalkan, yang terdengar di telinga saya itu: sencen, shakwan, kuiling, dan yongshwa

Shenzhen:
 
Borobudur, Stonehenge, Taj Mahal, US, Holland, Niagara Falls, Egypt
Setelah naik bus swi swi ow alias 330 seharga 20 yuan dan taksi 15 yuan, kami tiba di Muslim Hotel. Esoknya, makan di Muslim Restaurant yang lokasinya sebelahan. Lalu, jalan kaki untuk naik metro dari Stasiun Hubei dan mengarah ke Window of The World (WoW) lalu ke Splendid China. Di WoW kami liat miniatur bangunan terkenal. Oia, jangan lupa naik wahana Bratahild (duduk di kereta, pake seat belt dan nikmati kegelapan sempurna sambil jerit-jeritan bukan karena serem, tapi karena seru, macem naik rollercoaster tapi kita nggak lihat track-nya). Nah, kalau Splendid China, jujur karena kami dudul sudah kemaleman, jadi, nggak ada cerita ah. Hehe...

Shao Guan:
Dari Shenzhen, kami menempuh sekitar 5 jam perjalanan dengan kereta senilai 86 yuan. Lama banget itu kereta jalannya. Menjelang malam hari, akhirnya kami tiba di Shao Guan Dong. Tujuan utama kami: Danxia Mountain! 

Ternyata oh ternyata, harus menempuh 48 km lagi hingga tiba di Danxia dari stasiun Shao Guan. Untung, orang yang kami tanya mengerti maksud kami walaupun tetep ya, pake BAHASA TUBUH. Diiringi hujan rintik-rintik, dengan tas gembolan yang lumayan spektakuler ini, kami naik bus terakhir seharga 16 yuan ke Danxia. Iya, kayaknya sih bus terakhir, orang terminalnya udah sepi banget. Turun di kawasan Danxia, hidup belum aman. Penginapannya belum ketemu. Alhamdulillah, penduduk situ mau bantuin telpon ke penginapan, jadinya, kami dijemput oleh pemilik penginapan. Dan saya sadar, payung saya dari zaman kuliah ketinggalan aja dong di bus.

Keesokan harinya, dimulailah perjalanan di Danxia Mountain.
Bercandaan saya dan Shima: Gunung Jorok, soalnya isinya: male stone, double breast, female stone. Tapi, karena pemandangannya subhanallah bagus banget, kami terpana aja dong. Nah, untuk masuk kawasan wisata ini, beli tiket 100 yuan, trus naik boat mengarungi sungai seharga 90 yuan, kalau mau naik cable car 60 yuan (bolak-balik). 
Nih gunung jorok. Kiri bawah: double breast, tengah bawah: female stone, kanan bawah: male stone

Tengah: penginapan Dan Xia Impression Hotel Shaoguan, kiri atas: Shima naik cable car, kanan atas: kuil di atas bukit, kiri bawah: boat melintasi sungai, kanan bawah: lintasan jalan di Kawasan Danxia Mountain


Hari berikutnya, sambil menunggu kereta malam ke Guilin, kami jalan-jalan di kota Shao Guan. Tas kami titip di stasiun dan dengan isengnya mencari-cari pasar. Pertama pasar tradisional. Ternyata banyak mooncake di kota ini. Oh iya, akhirnya saya beli payung baru. Horeeee... Lalu setelah itu, kami berjalan-jalan di tempat yang bernuansa lebih modern. Lupa, namanya apa. Hehe... 
Shao Guan City

Lucunya, di tempat ini, kami dengan pakaian kami menarik perhatian banyak orang. Kata Shima, kalau Mulan Jameela ada di tempat ini maka nggak akan menarik perhatian karena rata-rata perempuan di tempat ini: putih, seksi, gaya, dengan sepatu hak tinggi. Si Mulan banget kan. Nah, lihatlah gaya kami. Iya, gimana nggak diomongin? Saya sih cuma mikir: oh, gini toh rasanya jadi pusat perhatian:D


Guilin – Yang Shuo
Setelah Danxia Mountain, wisata alam berikutnya adalah Guilin. Katanya sih, belum ke China kalau belum ke sini. Jadi kami menempuh perjalanan semalaman dengan kereta seharga 92 yuan (dengan dudulnya lagi kami nggak tau jadwal kereta jadilah rugi semalam). Rencana awal setelah telat sehari: titip tas di stasiun, explore Guilin, ambil kereta malam kembali ke Shenzhen. Realisasi: ketemu seorang petugas pusat informasi-yang-ternyata-kemungkinan-adalah-orang-marketing-nyebelin dan dengan kalimat cihuynya membuat kami menginap semalam di Guilin dan balik ke Shenzhen pagi-pagi dengan bus seharga 240 yuan (mahal bo’).
Guilin

Untung kami menginap di Ming Palace International Youth Hostel ini yang murah tapi bagus dan banyak bulenya (penting) dan di tempat ini bertemu dengan 2 teman baik hati: Anita dan Louis. Pengalaman menyenangkan pun dimulai... Setelah naik bus sekitar 1 jam, kami tiba di Yang Shuo dan ikut bamboo boat tour sepanjang Li River seharga 180 yuan (termasuk harga bus ke Yang Shuo). Oh iya, Guilin dan sekitarnya lagi kencang angin gunungnya. Sampe oleng, jalan di tengah kota. 
West Street and Li River

Friday, October 5, 2012

Trip To China Part 1 - Ni Hao

Perjalanan 9 hari ini menghadirkan pemeran utama saya dan sahabat saya Cahya Shima Dewi

Saya dan Shima

Ceritanya, sudah dari setahun yang lalu kami pesan tiket. Budget flight pastinya sodara-sodara. Kami dapat Rp. 1,4 juta PP (beli ngeteng Jakarta-KL, KL-Shenzhen PP) ditambah urus visa China Rp. 540 ribu. Perjalanan yang sudah kami nantikan karena pasti akan berbeda dengan perjalanan sebelum-sebelumnya. Soalnya ini China, saya buta aksara dan bahasanya. Tapi nggak tahan pengen eksplorasi keindahan alamnya. Oh iya, kursnya 1 CNY kira-kira Rp. 1500,-


Plan A or Plan B vs The Reality
Sempat terpikir punya rute: Shenzhen - Hongkong - Macau - Shenzhen, lalu karena kepikir ribet urus visa, akhirnya ganti rute: Shenzhen - Shao Guan - Guilin - Guangzhou - Shenzhen. Akhirnya, karena salah perhitungan waktu, kurang duit dan segala macemnya, jadilah rutenya: Shenzhen - Shaoguan - Guilin - Yangshou – Shenzhen.


Helloooo...., I don't know, Ye ye ye....
Seperti yang saya bilang tadi, saya buta aksara dan bahasa China. Sebenarnya, sudah baca beberapa cerita soal para pelancong ke negeri itu, tapi kok ya saya dan Shima nekat-nekatnya jalan tanpa bawa kamus atau belajar beberapa kata dasar. Pasti bisa survive, pikir kami seperti itu.

Jadi, bisa ditebak, mau bicara pakai Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Jawa maka sama saja, semua berujung pada BAHASA TUBUH. Lha wong, Cuma bisa ‘ni hao’, ‘xie xie’, ‘pu yao’, sama menghitung yi, er, san, tse (lumayan buat foto-foto sama orang China). 

Nah, saking ngerinya orang-orang China ini sama bahasa asing, biasanya baru kami bicara beberapa kata dalam bahasa Inggris, mereka sudah langsung berkata ‘I don’t know’, ‘No English’, atau yang agak galak bilangnya ‘English is not allowed’. Nah lho... Ya, namanya di negara orang, pastinya kami menghormati dengaaaaannnn.... ya, balik lagi.... BAHASA TUBUH.

Tampang sih ceria, padahal nggak saling ngerti ngomong apa :D

Perkakas bahasa tubuh:

  1. Kertas dan pulpen pastinya jadi idola untuk menuliskan tujuan dan menggambar seadanya. Repotnya, kadang huruf latin pun tak dipahami, jadi, begitu kami bertemu native yang bisa berbahasa Inggris, langsung kami minta tolong untuk menuliskan aksara China.
  2. Jangan mengabaikan dasar-dasar origami. Hahahaha... ini seriusan. Dalam suatu situasi yang kami temui, kami harus naik boat karena sudah kelelahan berjalan 2km lebih (kondisi medan: pegunungan naik turun curam berkelok-kelok), ternyata pakai bahasa tubuh biasa kurang mempan. Alhamdulillah, dari 2 bentuk yang saya bisa dalam pelajaran melipat adalah: kapal dan pesawat. Jadilah, saya bikin kapal.
  3. Kalkulator buat bayar-bayar dan nawar dong.
  4. Pastinya, tenaga yang besar supaya bisa kreatif bikin bentuk-bentuk bahasa tubuh dan menafsirkan. Seperti saat kami bertanya cara ke Luohu District saat tiba di Shenzhen International Airport. Saya: “Can you tell me how to get to Luohu District?” Petugas: ye, ye, ye... (pasti maksudnya yes, yes, yes). Petugas: taxi (ya nah lho backpaker disuruh naik taksi, thank you so much deh miss). Shima: No, by bus (sambil membuat gerakan tangan naik bus). Petugas: ye, ye, ye... you, out. This is D, you go A, bus swi swi ow. Shima: bengong. Saya: mikir sebentar, mungkinkah swi swi ow itu adalah 330? Maka saya membuat gerakan dengan jadi 330. Betapa senangnya petugas bandara. Lalu saya membuat gerakan tambahan dengan 2 jari: “just walk” dan si petugas tambah girang: ye, ye, ye

Halal Food
Pastinya susah mencari makanan halal. Hari pertama kami menginap di Muslim Hotel, pastinya masih mudah. Saat kami pindah kota dan provinsi, kadang sulit menemukannya. Kalau sudah kepepet, kami makan KFC dengan menu: kentang dan mocca float (nggak ngerti ini cerdas apa dudul), sisanya makan buah (oh, kami perdana makan buah peach dan doyan), roti, sama minum aja. Pernah 12 jam nggak makan. Pedih bener...

Yang pasti, karena di China, cobain deh makan mie-nya. Restoran Muslimnya enak kok.
 
Kiri atas: mooncake, kiri tengah: peach alias buah persik, kiri bawah: nasi goreng, kanan atas: mie, kanan bawah: roti-roti. Insya Allah halal ya Mak

New people, new friends, new hope
Seperti twit-nya Ust. Felix Siauw: kenapa Allah selalu menolong di saat-saat akhir? Karena saat itu kita sempurna merasa “tiada kekuatan lain, selain Allah!”

Hiyyaaaa, ini dia yang membedakan perjalanan seseorang dengan orang lain. Faktor apa yang ditemukan di tengah jalan. Saat sudah pasrah bingung dan lelah di jalan, pertolongan-Nya selalu datang. Berkali-kali kami bertemu dengan orang asing yang baiiikk. Para penumpang kereta yang dengan bahasa seadanya membantu kami, pekerja yang kebetulan lewat dan sibuk mencarikan kami alamat dengan GPS-nya, anak kuliahan yang membantu membaca jadwal kereta, dan 2 travel mate di Guilin : Anita dan Louis yang bikin bahagia.

kiri atas: pake baidu translate ngomongnya, kiri bawah: numpang sholat di tempat tidur pemilik restoran halal, kanan atas: foto jadwal kereta yang bikin lier, kanan bawah: with Louis and Anita