Monday, December 31, 2012

Good...bye...

Beberapa jam sebelum malam yang paling saya benci dalam setahun. Malam tahun baru. Cuma suka kembang api-nya aja, sisanya nggak bikin saya nyaman.

Agak gimana gitu, menutup 2012 dengan jadi perempuan yang tiba-tiba sentimentil dan gampang nangis. Padahal biasanya kalau disuruh nangis atau emang terluka banget, teteup susaaaaaahhhh nangis... Eh, ini tiba-tiba jadi sensitif tingkat akut. Ga papa lah, nikmatin aja asinnya si air mata. Hehe...

Kalau 2011 adalah tahun hancur-hancuran dan berusaha banget untuk bangkit, maka 2012 ini bisa saya simpulkan tahunnya: belajar BERSYUKUR. 

Memang masih belajar untuk SABAR dan IKHLAS, tapi 'tamparannya' lebih ke -->> ayo bersyukur.

Alhamdulillah...
>> Selalu punya keluarga dan sahabat yang tetap sayang walau saya-nya lagi agak-agak kacau. Walau kadang dipeluk, kadang diomelin kenceng, itu karena semua peduli sama saya.
>> Bisa bikin cake mahal walaupun sekarang kayaknya udah lupa caranya :D
>> Punya ponakan beneran.
>> Beli pocket camera baru.
>> Jadi pembicara lagi, setelah 2 tahun nggak ngomong di depan banyak orang, dan kali ini jadi pembicaranya buat ngomongin soal humas, bukan motivating orang lain
>> Weekend-an di Dieng dan dapat beberapa kenalan
>> Trip 9 hari ke China bareng Shima  
>> Akhirnya setelah 2 tahun 11 bulan, diangkat jadi PNS
>> Akhirnya beli hp android setelah si bb jadi gembel
>> Nemu akun twitternya @BonsaiSky dan @IslamicThinking yang bikin saya merasa 'nggak diadili' tapi 'disayangi'

Masih harus belajar:
>> Menahan diri dari curiosity terhadap urusan orang lain, terutama urusan dia-dia yang bikin hati jadi nggak karuan (well, untung ubersocial di bb punya opsi mute, dan tweetcaster di android punya zip. Tinggal menguatkan hati agar lapang dan ikhlas untuk nggak mengusik ketenangan diri:), which is ini agak-agak susah ya). Eh, recent updates di bb apa kabar ya? Ah, sudahlah :))))
>> Menghargai dan menilai diri sendiri secara positif. Nggak membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Belajar lebih percaya diri.
>> To have more faith, put a trust and listen more
>> Fokus, hidup di sini-kini... Living in a moment gitu...

Untuk 2013
Sebuah rencana lama yang pada akhirnya malah hampir terealisasi secara impulsif, tapi saat ini paling kelihatan di depan mata. Kalau kemarin sudah ke Asia Timur, semoga kali ini lancar semua rencana ke Asia Barat-nya. Semoga surat cuti-nya cepat keluar. Semoga badannya sehat. Semoga bisa bikin hidup saya lebih bermakna. Semoga ketemu jalan baiknya. Semoga nggak nyusruk ke lubang yang sama lagi di 2013 ini.

Buat orang-orang yang masih dan akan tetap ada untuk menguatkan, semoga diberi-Nya kebaikan berlipat. Yang mampir tanpa diharapkan atau yang ngasih kejutan di perjalanan 2012 saya, makasih juga. Lesson learned kok:)

Buat harapan-harapan baik.... Aamiin
Buat semua tantangan yang muncul, mohon dikuatkan Ya Rabb...

Wednesday, December 26, 2012

A woman's gotta do what a woman's gotta do

Eliminate what is needed to be eliminated
Forgive who is needed to be forgiven
Forget what doesn't need to be remembered
Smile and heads up


Have a faith...
"Selalu ada jalan, kalau kita mau jalan"

Sunday, December 23, 2012

Sparkling Eyes


They say my eyes seem to sparkle everytime I talked about it. Well, I think the combination between smile and tears make it that way

:-)

:'(

Friday, December 21, 2012

Mean Moms



 Copy-paste lines yang bagus, yang cocok buat Hari Ibu-an... Happy Mother's Day ya Ibuuu...


Someday when my children are old enough to
understand the logic that motivates a parent,
I will tell them, as my Mean Mom told me:
‘I loved you enough to ask where you were going,
with whom, and what time you would be home.

I loved you enough to be silent and let you
discover that your new best friend was a creep.

I loved you enough to stand over you for
two hours while you cleaned your room,
a job that should have taken 15 minutes.


I loved you enough to let you see anger,

disappointment, and tears in my eyes.

Children must learn that their parents aren’t perfect..

I loved you enough to let you assume the
responsibility for your actions even when the
penalties were so harsh they almost broke my heart.

But most of all, I loved you enough to say
NO when I knew you would hate me for it.

Those were the most difficult battles of all.

I’m glad I won them, because in the end you won, too.
And someday when your children are old enough to
understand the logic that motivates parents, you will tell them.

Was your Mom mean?

I know mine was.

We had the meanest mother in the whole world!
While other kids ate candy for breakfast,
we had to have cereal, eggs, and toast.


When others had a Coca Cola and chips for lunch,
we had to eat home cooked meals.


And you can guess our mother fixed us a dinner that was
different from what other kids had, too.

Mother insisted on knowing where we were at all times.

You’d think we were convicts in a prison.


She had to know who our friends were
and what we were doing with them.
She insisted that if we said we
would be gone for an hour, we would be gone for an hour or less.

We were ashamed to admit it,
but she had the nerve to break
the Child Labor Laws by making us work.


We had to wash the dishes, make the beds,

learn to cook, vacuum the floor, do laundry,
empty the trash and all sorts of cruel
jobs.

I think she would lie awake at night
thinking of more things for us to do.

She always insisted on us telling the truth,
the whole truth, and nothing but the truth.

By the time we were teenagers,
she could read our minds
and had eyes in the back of her head.
Then, life was really tough!

Mother wouldn’t let our friends just hoot at the gate
when they drove up
They had to come up to the door
so she could meet them.



Because of our mother we missed out
on lots of things other kids experienced.

None of us have ever
been caught shoplifting, vandalizing other people’s
property or ever arrested for any crime.

It was all her fault.

Now that we have left home, we are all educated, honest adults.
We are doing our best to be mean parents just like Mom was.

I think that is what’s wrong with the world today.
It just doesn’t have enough mean moms!’


PASS THIS ON TO ALL THE MEAN MOTHERS YOU KNOW.
(And Their Kids)

Thursday, December 13, 2012

The Script #3


Lagi seneng dengerin album ini. Terutama yang Hall of Fame, bikin semangat maaakkkk....


Don't wait for luck
Dedicate yourself and you can find yourself

Standing in the hall of fame (yeah)
And the world's gonna know your name (yeah)
Cause you burn with the brightest flame (yeah)
And the world's gonna know your name (yeah)
And you'll be on the walls of the hall of fame

Tuesday, December 11, 2012

Still in 2012

When life surprises you, don't be afraid to take a LEAP of FAITH

-Leap Year, Movie, 2010-

Thursday, December 6, 2012

Tuesday, December 4, 2012

Rainbow After The Rain

http://nengshare.blogspot.com/2012/08/between-sun-rain-and-rainbow.html


So, I don't want to hold it back this time
And, I just can't

Let's Meet At The Top!

Situ Gunung, Sukabumi.
Hari pertama di bulan Desember 2012.
Tugas pagi itu: temukan titik akhir. SENDIRI.
Medan: hutan penuh tanaman berduri, rambat, pohon besar, tebing dan jalur curam yang basah karena hujan semalam.
Hiburan: semut rangrang, serangga hutan, komplit dengan suara-suaranya.
Bekal: skill, knowledge dan kompas.
Nama Peserta: Ied Sabilla
Sudut daki: 161 derajat (angka macam apa ini?)

Your attitude would determine whether you'd reach the finish line.

Saya, kompas, dan peta seringnya punya masalah. Maka ketika diberitahu bahwa saya harus mendaki ke arah 161 derajat dari titik keberangkatan, ya pasrah saja.

Selayaknya orang yang mengerti kekurangan diri, maka dari awal saya sangat berhati-hati menerabas hutan ke arah 161 derajat. Berkali-kali melakukan back azimuth atau melakukan cek balik sudut yang saya tempuh. Sempurna.

Sampai ketika saya mendengar suara teman 1 tim Dhini jatuh terguling dan Mas Anto yang berdarah berteriak-teriak tanpa saya bisa melihat mereka, karena tertutup lebatnya tumbuh-tumbuhan hutan, saat itulah saya melihat ke bawah. Kecut hati saya. Melihat ke belakang pun hanya membuat hati saya makin kacau, jadi saya tetap memanjat ke arah depan meski sempat terpeleset dan jatuh karena tanah yang saya pijak longsor.

Ketika rasa lelah mulai memuncak dan tangan mulai berdarah-darah akibat tertusuk duri dan perih karena gigitan semut, yang saya ucapkan ke diri saya saat itu adalah: finish line-nya pasti ketemu, keep climbing! Walau saya pikir saya kayaknya agak mencong nih, sekitar sekian derajat. Efek disorientasi.

Lalu saya pikir saya hampir tiba di titik akhir. Masih melakukan track arah dengan kompas. Ah, sepertinya arahnya benar. Tapi kenapa jalan yang akan saya tempuh ini penuh pandan berduri besar-besar dan menutupi jalan ya? Dan kenapa untuk tiba ke bukit pandan itu jalannya tegak lurus tanpa pegangan ya? Apa kali ini saya harus putar jalan?

Dan yang saya lakukan adalah.... Nekat dong! Udah tau jalannya susah, udah tau bakal jatuh, udah tau banyak duri, udah tau nggak ada pijakan, eh tetap manjat dan merayap di tanah. Hasil akhir: tanah longsor! Saya merosot jatuh, nyangkut di batang pohon. Lalu ngomong sendiri, "Ya Allah, begini amat ya jalan gw. Apa diem di sini aja sampe ditolongin orang? Apa harus muter jalan ya? Tapi kan jauh juga untuk balik ke bukit pandan berduri itu."

Selama beberapa menit saya diam. Pikiran melayang kemana-mana. Ke rumah dan ke orang-orang yang saya sayang. Apa saat itu mereka mikirin saya ya? Ada yang rindu saya nggak ya? Nah, mulai lah mikir aneh-aneh. Kenapa sih, kok susah amat nemu jalan keluar?

Akhirnya saya memutuskan untuk bergerak. Puter jalan lah daripada stuck di batang pohon. Toh tujuan saya jelas: bukit pandan berduri. Nggak bakal ketuker penandanya. Jadi, berjalanlah saya. Melenceng agak jauh, tapi jalannya enak, lurus dan besar. Ketika saya ada di titik bisa belok ke bukit pandan berduri, saya malah mendengar suara teman-teman saya. "Eh, siapa tuh ada suara orang? Sabillaaa..." Mendengar nama saya dipanggil saya melangkah cepat ke sumber suara, meski sebenarnya dalam hati tetap ingin berbelok arah yang saya tuju semula.

Sampai di tempat teman-teman saya, tiba-tiba fasilitator kelompok kami muncul dan mencatat waktu ketibaan saya sambil berkata, "Cuma Bu Iid yang muncul di tempat finish yang seharusnya. Teman-teman yang lain agak melenceng."

Ekspresi nggak jelas nemu finish line

Bengong lah saya. Apa saya senang? Biasa saja, karena masih memikirkan si bukit pandan berduri tadi. Kalau saja Allah nggak bikin saya jatuh. Kalau saja saya tetap diam tak bergerak di batang pohon. Kalau saja saya nggak memutuskan putar jalan, saya nggak akan menemukan jalan keluar yang benar.

Emang kadang begitu. Harus dibikin jatuh dulu untuk tau jalan yang harusnya ditempuh itu mana. Sama kayak kita. Kita menuju ke arah yang sama. Mencari kebahagiaan. Mungkin sudut kita berangkat yang beda. Mungkin pada akhirnya melenceng dari yang diharapkan.

Kalau kata Dhini: yang penting jalan terus, pasti ada finish-nya. Meski harus muter, atau kena duri, atau jatuh. Dan jangan sering-sering lihat ke belakang atau ke bawah, malah tambah takut. Manjat aja terus.

So, let us be strong, be good, let's keep on moving with our own way. Let's meet at the top!