Aku dan secangkir kopi. Lamunan tak berbatas tentang sendiri. Tak mudah menyamankan diri dengan realita. Tak bisa berdusta tentang apa yang ada di dalam jiwa. Pun segudang tanda tanya yang terperangkap di otak. Terkadang membuat hati sedikit retak.
Aku dan secangkir kopi. Kadang-kadang ditambah sedikit melodi. Biarkan saja hatiku membuyar. Namun pikirku harus tetap wajar. Yang sabar. Beradaptasi. Berkompromi dan harus bisa bernegosiasi.
Aku dan secangkir kopi. Kurasa, bisa saja aku memilih untuk tetap begini. Belajar tak peduli. Semuanya karena aku inginnya senang. Hatiku tenang dan tubuhku seringan bulu yang terbang melayang. Ternyata tidak bisa.
Aku dan secangkir kopi. Belajar melihat dari sudut pandang yang lain lagi. Bukan dari kacamataku. Juga berusaha tidak kaku.
Aku dan secangkir kopi. Terkadang hanya tidak ingin berbagi. Meski semuanya menumpuk di dada. Namun aku tak ingin terpaku dengan itu.
Masih aku dan secangkir kopi. Aku mau mendengarkan kata hati. Sambil menggiring otak ini, pada keseimbangan yang presisi.
No comments:
Post a Comment