Monday, February 21, 2011

Stalk or Being Stalked


Tadi malam teman dekat saya berkirim pesan via facebook. Dia nggak bermaksud curhat sebenarnya. Cuma pesan singkat ke beberapa teman dekatnya bahwa dia minta maaf karena terpaksa memproteksi akun-nya ke tipe pengaturan yang sifatnya sangat privat.

Begini ceritanya. Bulan depan dia menikah. Berita bagus. Dan biasanya memang seperti itu, bahwa terkadang ada saja ujian untuk yang akan menikah. Bertengkar dengan pasangan lah, kehadiran seseorang dari masa lalu lah atau gangguan dari lawan jenis lah. Ya pokoknya begitu lah.

Kali ini ceritanya bukan bertengkar dengan pasangan tapi keribetan yang terjadi karena gangguan orang lain yang dirasa sangat menyebalkan. Dia di-stalking-i seorang laki-laki. Kalau bahasa Indonesia-nya 'dikuntit'. Di-stalking-i bisa juga diartikan bahwa teman saya ini diberikan perhatian amat berlebih yang tidak diinginkannya dan cenderung menakutkan serta mengintimidasi. Kalau bicara definisi, stalking bisa juga berarti si stalker (pelaku stalking) adalah orang yang dengan sengaja secara berulang kali mengawasi seseorang baik secara langsung maupun lewat media lain seperti misalnya lewat situs jejaring sosial model facebook atau twitter. Jadi si orang ini akan berkali-kali melihat profil, memantau pertambahan foto dan mengikuti interaksi si korban hingga ia mengetahui apa saja yang dilakukan si korban.

Orang yang disebut stalker ini biasanya sok yakin kalau orang lain yang menjadi korbannya juga mencintai mereka atau mereka ini merasa bahwa si korban adalah orang yang layak diselamatkan dari suatu keadaan. Kalau dari perilaku si stalker jika hanya berupaya mengawasi lewat dunia maya, saya rasa nggak akan ada masalah. Toh, kalau kita nge-fans atau ingin tau tentang kehidupan orang lain kita juga akan melakukan 'penyelidikan sampai ke detil'; namun ya sebatas mengetahui saja.

Nah, kalau sudah sampai ke tindakan, itu yang bahaya. Menelepon lah, mengirim hadiah atau email lah hingga bisa dibilang melakukan kontrol, ya... itu menakutkan. Serem banget kalau sampai si stalker melakukan kontak dengan orang-orang di lingkungan si korban hingga taraf melakukan pembajakan akun dan menyebar fitnah. Astaghfirullah... teganya merusak hidup orang.

Ini yang terjadi sama teman dekat saya itu. Si stalker merasa bahwa dirinya lah pasangan sejati teman saya. Maaakkkkk.... ribet nggak sih? Sampai-sampai itu orang mencari tahu keberadaan teman saya, menghubungi rekan-rekan kerja teman saya dan teman-teman lainnya. Pake fitnah pula. Seremmm...

Untungnya teman saya ini keren sekali karena dia bisa mengatasi suasana kejiwaan yang mungkin dialami korban stalking. Teman saya bilang: "I'm not afraid coz he's a loser anyway"...

Ya nampaknya harus seperti itu menghadapi para pecundang yang kini tercipta dalam beragam bentuk: pelaku pelecehan baik secara verbal atau fisik baik di kendaraan atau lewat media ponsel, penguntit, tukang fitnah atau tukang adu domba.

Yuk mari... Jangan takut!!!

3 comments:

Dhini Gilang Prasasti said...

awww.. mau dong di stalking-in, eaaa.. :)

Dhini Gilang Prasasti said...

awww.. mau dong di stalking-in, eaaa.. :)

ied said...

yakin ada yang suka stalking-in kamu deh Dun:)